Pengaruh intensitas cahaya dan fotoperiode terhadap pertumbuhan dan respon stres pada anakan ikan nila (Oreochromis niloticus) dengan sistem budidaya resirkulasi (RAS)


Oleh :

Kui Wang a,b,c,1, Kang Li a,b,c,1, Liping Liu a,b,c,*, Cristina Tanase d, Rainier Mols d, Michiel van der Meer d

a)      National Demonstration Center for Experimental Fisheries Science Education, Shanghai Ocean University, Shanghai, 201306, China

b)      Shanghai Engineering Research Center of Aquaculture, Shanghai, 201306, China

c)      International Research Center for Marine Biosciences at Shanghai Ocean University, Ministry of Science and Technology, Shanghai, 201306, China

d)      Philips Lighting Aquaculture, AE Eindhoven, 5656, the Netherlands

 

1.    Pendahuluan

Recirculating aquaculture systems (RAS) adalah sistem yang mengunakan kembali air setelah dilakukan perlakuan (treatment). Tujuan dari RAS adalah untuk meningkatkan efisiensi penggunaan air dan ruang dan juga mengurangi dampak lingkungan budidaya (Dekker, 2009) melalui berbagai strategi, seperti mengendalikan dan mencegah limbah metabolit dan tinja (Auffret et al., 2013; Martins et al., 2010). Ikan nila, populer dengan sebutan “ayam akuati”, adalah salah satu ikan yang luas dibudidayakan dan dijual secara internasional sebagai pangan dunia. Produksi global ikan nila meningkat pesat dari 1,5 juta menjadi lebih dari 6 juta ton (FAO, 2016; Li, Liu, Clausen, Lu, & Dalsgaard, 2016). Ikan nila adalah ikan asli danau dan sungai Afrika dan telah di introduksi ke perairan alami dan sudah dipelihara dengan jumlah besar di negara-negara tropis dan subtropis (Gomez-Marquez, Pena-Mendoza, Salgado-Ugarte, & Jos´eLuis, 2008). Ikan nila dibudidayakan di sistem RAS diseluruh dunia, sehingga produktifitas dan efisiensi dari industri ikan nila meningkat dengan memeliharanya pada kepadatan tinggi sambil mengurangi konsumsi air dan limbah bahan organik (Martins et al., 2010; Mota, Limbu, Martins, Eding, & Verreth, 2015).

Peningkatan pada penerangan dapat menaikkan produksi ikan nila di RAS, tetapi pencahayaan yang tidak memadai dapat menyebabkan stress atau bahkan kematian. Lama pencahayaan dengan unsur waktu buatan dapat meregulasi ritme faktor internal gen (endogen) dan mempengaruhi pertumbuhan, pengembangan dan reproduksi (Biswas & Takeuchi,2002; Ridha & Cruz, 2000). Kecepatan metabolik dari ikan nila (Oreochromis niloticus) selama fase terang lebih tinggi daripada fase gelap; lebih lagi, pelepasan energi lebih tinggi pada fotoperiode singkat dibanding dengan fotoperiode panjang. Oleh karena itu, Biswas and Takeuchi (2002) menyarankan bahwa fotoperiode panjang dapat menghemat energi bagi ikan nila. Pertumbuhan dari anakan ikan striped knifejaw (Oplegnathus fasciatus) dan anakan ikan kurisi merah (Pagrus major) lebih baik dengan pemanjangan waktu fotoperiode dibandingkan dengan fotoperiode singkat (Biswas, Seoka, Tanaka, Takii, & Kumai, 2006). Kebanyakan ikan bergantung dengan pandangan untuk menangkap makanan, dan intensitas cahaya mempengaruhi tingkah laku makan dari berbagai spesies ikan, seperti ikan kod pasifik (Gadus macrocephalus) dan ikan Mandarin (Siniperca kneri) (Li, Wu, Sun, Meng, & Jiang, 2013). Pada tahao larva, cahaya redup dapat mempengaruhi kemampuan ikan untuk mendeteksi dan menangkap pakan hidup; contohnya, ikan sendal (Solea solea) memiliki organ sensor yang belum berkembang (Bonvini et al., 2016). Bagaimanapun, kombinasi dari efek fotoperiode dan intensitas cahaya pada pertumbuhan ikan nila dengan RAS belum pernah di investigasi.

Studi yang sudah ada berfokus pada pertumbuhan ikan, namun gangguan dari kesejahteraan ikan yang disebabkan pencahayaan pada RAS sudah secara luas ditelantarkan. Respon terhadap stres, seperti efek yang menekan fungsi kekebalan, pada ikan teleostei adalah sama dengan vertebrata di darat (Bonga, 1997). Perubahan pada fotoperiode dan intensitas cahaya dapat menghasilkan respon stress yang membahayakan kesehatan ikan, seperti ikan Sturgeon besar (Huso huso), Salmon atlantik (Salmo salar), dan ikan kurisi merah (Bani, Tabarsa, Falahatkar, & Banan, 2009; Biswas, Seoka, Takii, Maita, & Kumai, 2009;Migaud, Cowan, Taylor, & Ferguson, 2007). Tingkat laktat sangat tinggi pada sturgeon besar saat perpanjangan ekstrim fotoperiode (24L:00D dan 00L:24D). Laktat adalah indikator respon terhadap stress yang mengarah pada tingkat kelangsungan hidup terkecil selama perlakuan (Bani et al., 2009). Disisi lain, peningkatan secara bertahap (progresif) pada ikan trout pelangi (Oncorhynchus mykiss) dalam pemberian pencahayaan konstan (Leonardi & Klempau, 2003). Tian, Zhang, Xu, Wang, and Liu (2015) mengindikasikan bahwa tinggi dan rendahnya intensitas cahaya dapat menekan perumbuhan dan kekebalan dari anakan ikan Wuchang (Megalobrama amblycephala).

Tujuan kami adalah untuk menyelidiki fotoperiode dan intensitas cahaya yang cocok untuk membudidayakan ikan nila pada RAS dan mengevaluasi respon stress ikan; untuk itu, ikan nila telah dibesarkan dengan fotoperiode berbeda (12L:12D, 18L:6D, dan 24L:0D) dan intensitas cahaya (1000, 2000, dan 3000 lx) pada RAS selama 160 hari. Khususnya, kami memeriksa performa perumbuhan, kelangungan hidup, konversi pakan, laju pertumbuhan spesifik dan komposisi kimia darah. Kami juga melakukan analisis ekonomi untuk menentukan parameter efisiensi biaya pada praktek manajemen budidaya.

2.    Bahan dan metode

2.1.       Ikan dan desain percobaan

Ikan nila jantan dibeli dari kota Haikou, Cina, pada bulan Juni 2016. Ikan nila sehat dan hidup dengan rata-rata bobot 5 ± 0,9 g dipilih setelah 1 minggu pembesaran sementara pada RAS untuk percobaan. Ikan nila di distribusi secara random kemudian disebar pada tanki 1,5 m3 RAS dengan 145 anakan di setiap tanki dan dibesarkan selama 160 hari. Faktor pengali untuk metode uji non-repetitive di gunakan dengan intensitas cahaya A (A1-1000, A2-2000, dan A3-3000 lx) dan fotoperiode B (B1-12L:12D, B2- 18L:6D, dan B3-24L:0D) dengan perlakuan dibagi menjadi beberapa kelompok (A1B1,A1B2, A1B3, A2B1, A2B2, A2B3, A3B1, A3B2, dan A3B3). Ikan di budidayakan pada sistem RAS dengan kondisi air konstan, seperti suhu air (30 ± 2 ◦C), oksigen terlalut/DO (5 mg/L) dan pH(7.5–8.0;Gambar. 1), dan secara manual diberikan makan dengan pakan komersil (Tongwei Co., Wuxi,China) dua kali sehari pada jam 9.00 dan 17.00 sampai ikan puas. Pakan yang tidak termakan dibuang dari tangki dan di rekam.


Tanki percobaan seluruhnya ditutupi dengan penutup untuk menghilangkan pengaruh cahaya alami selama penelitian. Sistem pencahayaan (Philips Lighting Company) pada RAS terdiri dari modul cahaya LED dengan spektrum yang disesuaikan agar menjadi pasangan optimal dengan mata ikan dan sesitifitas kelenjar pineal. Spektrum cahaya utamanya antara 450 dan 600 nm. LED di konfigurasi untuk menyediakan distribusi cahaya yang rata di permukaan air untuk penerangan maksimum. Sistem pencahayaan dibuat tahan air untuk dioperasikan dibawah kondisi lembab yang sesekali kontak dengan air dan untuk melindungi dari korosi. Lampu dioperasikan sesuai dengan protokol yang disampaikan Philips-Dali. Terutama saat, lampu diredupkan dan dinyalakan atau dimatikan. Tingkat keredupan cahaya yang dicapai dapat serendah 1% , untuk menyediakan kurva naik maupun kurva turun terbaik terhadap pengurangan level stres ikan.

 

2.2.       Pengumpulan sampel dan pengukuran indeks pertumbuhan

Ikan dari masing-masing tangki secara acak dijadikan sampel dan diukur bobotnya setiap bulan untuk mengukur pertumbuhan dan untk modifikasi rencana pemberian pakan. Pada akhir percobaan, 10 ikan dari tiap tangki secara acak dijadikan sampel setelah tidak lagi diberikan pakan selama 24 jam, di anastesi dengan MS-222, dan diukur beratnya. Sampel darah di ambil, dan serum di sentrifugasi, terpisah dan disimpan pada suhu −80 ◦C untuk di analisa.

 

Berikut indeks yang di ukur pada akhir percobaan:

Kelangsungan hidup (SR, %) = Nf/Ni100,

Penambahan berat harian (DWG, g/day) = (Wt−W0)/t,

Laju pertumbuhan spesifik (SGR, %/day) = (Ln Wt−Ln W0)/t100,

Efisiensi pertumbuhan (GE) = [(Wt−W0)/F]100,

Rasio konversi pakan (FCR) = F/(Wt−W0),

Dimana Nf= jumlah ikan pada akhir percobaan; Ni = jumlah ikan pada awal percobaan; Wt = rata-rata berat pada akhir percobaan; W0 = rata-rata berat pada awal percobaan; t = jumlah hari budidaya (hari); dan F= jumlah makanan yang masuk selama percobaan.

 

2.3.       Analisa Serum

Serum glukosa, trigliserida, total kolesterol, lipoprotein kepadatan rendah, lipoprotein kepadatan tinggi, total protein, albumin, globulin, urea, nitrogen, kreatinin, glutamic-pyruvic transaminase (GPT) dan glutamic oxalacetic transaminase (GOT) pada serum ditentukan dengan penganalisis biokimia otomatis (Mindray BS-300, Shenzhen, China). Serum kortisol ditentukan menggunakan ELISA kit (Jiancheng Bioengineering Institute, Nanjing, China).

 

2.4.       Analisa Ekonomi

Biaya anakan, biaya pakan, biaya listrik, dan keuntungan penjualan termasuk kedalam analisa ekonomi dalam percobaan untuk dievaluasi keuntuntan bersih (net return) dan benefit-cost ratio (BCR) dari percobaan berbeda. Formula yang digunakan adalah sebagai berikut:

R = TR − (FC + VC),

BCR (%) = R/(FC + VC),

Dimana R= total laba bersih; TR = total keuntungan dari penjualan ikan nila pada harga 10 CNY/kg; FC = biaya tetap, termasuk perlengakapan pencahayaan, RAS, biaya anakan, yang sama pada setiap kelompok perlakuan; dan VC = biaya variabel (variable cost); terdiri dari pakan ikan dan biaya listrik.

Analisa ini berdasar kepada harga jual di pembudidaya yang di panen pada bulan November 2016 dalan mata uang Yuan Cina (Euro €1.0 = 7.3 CNY) pada 10.0 CNY/kg dan biaya listrik 0.8 CNY/kwh.

 

2.5.       Analisa statistik

Data pada performa pertumbuhan dan respon stress menggunakan UNIANOVA, dan perbedaan signifikan diantara perlakuan intensitas cahaya dan fotoperiode dianggap P < 0.05. Variabel dengan perbedaan signifikan secara statistik menggunakan multiple comparisons dengan menggunakan metode Student-Newman-Keuls (P < 0.05). Semua analisis statistik menggunakan software SPSS20.0.

 

3.    Hasil

3.1.       Performa pertumbuhan

Pertumbuhan ikan nila dengan signifikan lebih cepat pada 2000 lx dibanding dengan 1000 dan 3000 lx terlihat pada bobot akhir (351.17 ± 10.59 g), pertumbuhan bobot harian (2.17 ± 0.67 g), efisiensi pertumbuhan (0.77 ± 0.26), dan laju pertumbuhan spesifik (2.65 ± 0.22); selanjutnya, FCR (1.30 ± 0.04) secara signifikan lebih rendah pada 2000 lx dibanding dengan 1000 dan 3000 lx (P < 0.05). Tidak ada perbedaan signifikan yang ditemukan saat ikan dipaparkan 1000 dan 3000 lx (Tabel 1). Walaupun laju pertumbuhan ikan nila yang terpapar 18L:6D dan 24L:0D lebih tinggi dibanding dengan ikan pada 12L:12D, tidak ada perbedaan signifikan yang terlihat (tabel 2).



Intensitas cahaya (P < 0.01) dan fotoperiode (P < 0.05) secara signifikan mempengaruhi BCR, dengan mempertimbangkan biaya variabel. Penerangan tertinggi dan biaya pakan terekam pada kelumpok 3000 lx, namun pengembalian dari investasi yang tinggi tidaklah tinggi; total pengembalian tertinggi, total pengembalian bersih, dan BCR didapatkan pada kelompok 2000 lx (Tabel 3).


3.2.       Performa metabolik dan sistem imun

Indikator metabolik dan imun bertujuan untuk mengevaluasi kondisi fisik dari ikan nila yang tumbuh dibawah penerangan. Aktifitas GPT yang signifikan berbeda diantara kelompok intensitas cahaya (P <0.05). Kelompok 3000 lx memiliki GPT lebih kecil secara signifikan pada kelompok fotoperiode 12L:12D dan 24L:0D jika dibandingkan dengan kelompok fotoperiode lainnya (Gambar 2); namun, tidak terdapat perbedaan signifikan yang ditemukan diantara perlakuan perbedaan fotoperiode. Intensitas cahaya dan fotoperiode tidak memberikan efek signifikan pada aktivitas GOT. Tingkat albumin pada ikan nila pada 2000 lx secara signifikan lebih tinggi dari 1000 dan 3000 lx dibawah fotoperiode 24L:0D (P < 0.05, Gambar 2), namun tidak ada perbedaan pada total protein dan tingkat globulin yang terihat diantara perlakuan lainnya.

Total kolesterol serum pada ikan nila yang dipaparkan 1000 dan 3000 lx dibawah fotoperiode 24L:0D berkurang lebih signifikan dibanding dengan fotoperiode 12L:12D (P < 0.05, Gambar 2). Tidak ditemukan perbedaan pada konsentrasi lipoprotein kepadatan tinggi, lipoprotein kepadatan rendah, dan trigliserida pada serum diantara kelompok berbeda. Tingkat kreatinin serum, nitrogen urea darah, dan glukosa tidak ditemukan adanya perbedaan diantara kelompok yang berbeda. Berlawanan dengan intensitas cahaya, fotoperiode memiliki efek signifikan yang berbeda pada kortisol karena fotoperiode 12L:12D memiliki tingkat yang secara signifikan lebih tinggi dari fotoperiode 18L:6D and 24L:0D P < 0.05, Gambar. 2).

 


Gambar 2. Serum glutamic-pyruvic transaminase, albumin, kolesterol total dan tingkat cortisol dari ikan nila dari kelompok fotoperiode berbeda. Batang dengan huruf kapital berbeda mengindikasikan perbedaan signifikan (P < 0.05) pada fotoperiode berbeda dengan intensitas cahaya yang sama, dan huruf kecil berbeda mengindikasikan perbedaan signifikan (P < 0.05) pada intensitas cahaya berbeda pada fotoperiode yang sama.

4.    Diskusi

4.1.       Pertumbuhan Ikan Nila

Jika dibandingkan dengan fotoperiode, intensitas cahaya memiliki peran yang signifikan (P < 0.05) pada pertumbuhan ikan nila. Hasil penelitian menunjukkan bahwa intensitas cahaya secara signifikan mempengaruhi pertumbuhan ikan nila, dan performa terbaik yang diamati adalah pada 2000 lx dibanding pada 1000 dan 3000 lx. Ikan nila memakan dengan melihat yang bergantung pada pengelihatan untuk mencari makanan; maka, intensitas cahaya yang cocok akan mempengaruhi efisiensi makan. Penemuan ini disetujui oleh hasil penelitian sebelumnya pada kebiasaan makan ikan nila (Martins, Conceiçao, &Schrama, 2011; Otieno, Kitaka, & Njiru, 2014) dan trout pelangi; yaitu, intensitas cahaya yang tinggi meningkatkan performa pertumbuhan (Taylor, North, Porter, Bromage, & Migaud, 2006). Namun, spesies ikan berbeda memilki respon yang beragam terhadap intensitas cahaya; contohnya, sablefish (Anoplopoma fimbria) yang dibudidayakan di tangki kecil dan besar tumbuh lebih baik dibawah intensitas cahaya rendah, dan ikan pikeperch (Sander lucioperca) sensitif terhadap intensitas cahaya tinggi dan lebih baik dibesarkan dibawah kondisi cahaya redup (Lee et al., 2017).

Manipulasi fotoperiode tidak menyebabkan efek peningkatan signifikan pada pertumbuhan anakan ikan nila pada studi ini. Namun, efek pertambahan pertumbuhan dari fotoperiode pada post-smolts (adaptasi dari air tawar ke laut), haddock (Melanogrammus aeglefinus), dan ikan kurisi merah telah diamati pada studi lainnya (Biswas et al., 2006; Oppedal, Juell, & Johansson, 2007; Trippel & Sre, 2003). Hasil yang sama telah diamati pada benih ikan nila, dimana penambahan bobot, SGR, dan FCR tidan secara signifikan terpengaruh dengan fotoperiode; demikian pula, parameter ini tidak signifikan dipengaruhi fotoperiode pada ikan sendal, kakap putih (Lates calcarifer) dan yellowtail flounder (Pleuronectes ferruguineus), namun fotoperiode mempengaruhi larva ikan nila (Barlow, Pearce, Rodgers, & Clayton, 1995; El-Sayed & Kawanna, 2004; Jacques, 1978; Purchase, Boyce, & Brown, 2000). Kontroversi ini mungkin berhubungan dengan perbedaan spesies ikan, sistem budidaya, ukuran ikan dan rasio sex.

Keberlangsungan hidup serupa yang diperoleh pada studi ini mengindikasikan intensitas cahaya pada 1000, 2000, dan 3000 lx aman untuk ikan nila. Cahaya dapat mempengaruhi cara makan ikan dan aspek lainnya, seperti peningkiatan nafsu makan, peningkatan rasio konsumsi, dan efisiensi konversi pakan yang tinggi, sehingga mempengaruhi tahap awal pertumbuhan ikan dan umumnya dilaporkan bahwa ikan teleostei akan tumbuh lebih cepat dibawah cahaya yang terus menerus (Villamizar et al., 2011). Cahaya mempengaruhi perkembangan dari hewan akuatik pada tahap hidup awal sampai tahap reproduksi dewasa. Produksi benih dan pemijahan ikan nila tinggi pada intensitas cahaya tinggi (2500 lx) di kombinasikan dengan fotoperiode panjang (18L:6D) (El-Sayed & Kawanna,2007; Ridha & Cruz, 2000), sedangkan pengurangan pertumbuhan dari ikan blunt snout bream (Megalobrama amblycephala) di deteksi pada intensitas cahaya rendah (Tian et al., 2015). Intensitas cahaya yang berlebihan akan menyebabkan energi lebih, tetapi hasil dari studi kami menyarankan bahwa intensitas cahaya sebesar 3000 lx tidak memberikan peningkatan apapun. Respon terhadap pengubahan kondisi cahaya antar sepesies dan sesama spesies bervariasi. Contohnya, ikan Seabass Eropa (Dicentrarchus labrax) memerlukan 800 lx dan ikan kerapu karang leopard (Plectropomus leopardus) memerlukan 3000 lx (Copeland & Watanabe, 2006; Kenzo et al., 2008; Tamazouzt, Chatain, & Fontaine, 2000).

Sistem pencahayaan yang digunakan pada studi ini memerlukan biaya modal untuk investasi fasilitas dan untuk biaya listrik. Biaya tetap meningkat seiring dengan peningkatan intensitas cahaya dan fotoperiode terutama karena tingginya intensitas cahaya (P < 0.01). Sebaliknya, ikan nila dengan 2000 lx memiliki biaya variabel terendah karena biaya pakan yang paling rendah, menyebabkan pada FCR terendah diantara kelompok lainnya (P < 0.05). Tanpa memperhatikan biaya total, keuntungan terbesar diperoleh pada 2000 lx. Dengan memeriksa biaya tetap dan biaya variabel terlihat bahwa ikan yang dipaparkan 2000 lx adalah yang paling menguntungkan. Hasil ini menyarankan bahwa intensitas cahaya secara signifikan mempengaruhi keuntungan ekonomi (P < 0.01) dan memiliki potensi yang dapat dipertimbangkan untuk meningkatkan performa ekonomi dari budidaya ikan nila pada sistem RAS.

 

4.2.       Respon stres

Aktivitas GPT pada ikan nila pada 1000 dan 2000 lx secara signifikan lebih tinggi dibanding dengan ikan 3000 lx pada kelompok 12L:12D dan 24L:0D, tetapi tingkatan GOT tidak signifikan. Tidak diamati ada stres dari lingkungan dalam interaksi antara intensitas cahaya dan fotoperiode pada studi ini. Trans-aminase memaninkan peranan penting pada metabolisme asam amino dan protein, karbohodrat, dan transformasi lemak; karenanya, GPT dan GOT sering digunakan untuk melihat kerusakan organ (Un-Gi & Kang,2002). Kerusakan hati meningkatkan permeabilitas membran sel dan membawa kepada pengurangan aktivitas GPT dan GOT pada jaringan dan peningkatan pada aktivitas GPT dan GOT pada serum. Xu et al. (2015) menemukan bahwa paparan nitrogen ammonia berkepanjangan dapat menyebabkan kerusakan hati dan mengurangi aktivitas GPT pada hati ikan nila. Sebagai pembawa nutrisi, tingkat albumin pada ikan nila yang dipaparkan pada 2000 lx secara signifikan lebih tinggi daripada pada ikan yang dipaparkan intensitas lainnya pada fotoperiode 24L:0D; kondisi ini menyediakan energi untuk tubuh dan berpartisipasi dalam merawat tekanan koloid osmotik plasma (Rippe, Kamiva, & Folkow, 1979). Tidak ada perbedaan signifikan yang terlihat pada total protein dan globulin pada serum ikan nila diantara kelompok yang berbeda. Hasil ini mirip dengan ikan red porgy (Pagrus pagrus) tanpa perbedaan signifikan pada total protein dan tingkat globulin diantara kelompok fotoperiode berbeda (Biswas et al., 2006; Biswas et al., 2009). Konsentrasi mereka pada ikan nila yang terpapar 2000 lx dan 24L:0D secara signifikan lebih tinggi daripada mereka yang terpapar intensitas cahaya lainnya. Penemuan ini menyiratkan bahwa intensitas cahaya dan fotoperiode diantara kisaran studi tidak menyebabkan stres yang kronik pada ikan.

 

Kortisol adalah indikator stres yang penting saat fotoperiode cahaya terang berubah dari 12 jam ke 18 jam dan 24 jam; konsentrasi kortisol berkurang signifikan, menyarankan bahwa penambahan fotoperiode yang sesuai menguntungkan untuk mengurangi konsenterasi kortisol pada ikan nila.  Ikan salmon yang dipelihara dibawah fotoperiode berbeda memiliki fluktuasi konsentrasi kortisol yang signifikan (Ebbesson, Bj¨ornsson, Ekstom, & Stefansson, 2008; Saito, Shi, Ando, & Urano, 2004). Jaringan axis hypothalamus-pituitary-renal di induksi untuk melepaskan hormon adrenocorticotropic saat ada stimulasi dari lingkungan, mengarahkan kepada sintesis hormon kortisol dan kemudian dilepaskan. Konsentersasi trigliserida, lipoprotein kepadatan rendah, dan lipoprotein kepadatan tinggi pada kelompok yang berbeda adalah sama, menyatakan bahwa tingkat lipid yang sama pada ikan saat dipaparkan cahaya.

 

5.    Kesimpulan

Manipulasi intensitas cahaya dan fotoperiode tidak menyebabkan respon stres kronik yang signifikan pada ikan nila. Tingakatan dari berbagai parameter berbeda digunakan sebagai indikator stres saat ikan dipaparkan pada intensitas cahaya dan fotoperiode yang sama. Hasil ini menunjukkan bahwa tambahan penerangan dapat meningkatkan pertumbuhan ikan nila, dan 2000 lx adalah intensitas cahaya yang paling cocok. Fotoperiode berbeda mempengaruhi ritme biologis ikan nila pada 2000 lx, yang memaksimalkan produksi; karena itu, penelitian lebih lanjut diperlukan untuk memodifikasi program pencahayaan dengan berbagai parameter, seperti menggunakan cahaya alami dan menambahkan penerangan tambahan selam malam hari atau pada saat mendung, untuk mengurangi biaya tetap dan memaksimalkan keuntungan bersih.

 

Penelitian lainnya terkait intensitas cahaya dan Fotoperiode

 

1.    Pengaruh dari tiga Fotoperiode berbeda pada Pertumbuhan dan Warna Tubuh dari anakan Lele Afrika Clarias Gariepinus (Burchell, 1822).

 

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat waktu fotoperiode terbaik untuk pertumbuhan anakan ikan lele dan efek durasi cahaya terhadap warna tubuh dari anakan lele. Penelitian ini ingin memanfaatkan fotoperiode untuk peningkatan produksi dari anakan ke ukuran konsumsi dengan waktu yang lebih singkat dan teknik yang murah dan juga meraih warna tubuh yang paling dapat diterima sesuai permintaan pasar dan harga yang lebih tinggi.

Sebanyak 60 anakan ikan lele diperoleh dari hatchery kementerian pertanian Provinsi Kwara, Ilorin, Nigeria. Rata-rata awal panjang dan bobot ikan adalah 14.90 ± 0.1 cm dan 32.10 ± 0.5 g. Penelitian dilakukan selama 12 minggu (84 hari) antara 24 Januari 2011 sd. 17 April 2011.

Tiga jenis perlakuan fotoperiode adalah 24 jam total gelap (24D:0L) (perlakuan A), 24 jam total terang (24L:0D) (perlakuan B) serta 12 jam gelap dan 12 jam terang (12D:12L) (perlakuan C). Intensitas cahaya yang digunakan pada 400 Lux pada permukaan air yang belokasi 50 cm di atas tangki.

Hasilnya, perbedaan signifikan (P<0.05) didapat pada pertumbuhan dan FCR ikan lele yang dipelihara pada ketiga fotoperiode. Performa pertumbuhan tertinggi didapat pada perlakuan A (24D:0L), diikuti perlakuan B (24L:0D) sementara perlakuan C (12D:12L) memiliki kenaikan pertumbuhan terkecil (bobot).

Variasi warna diamati pada ikan di tangki perlakuan. Ikan pada perlakuan A (24D:0L) penampakannya lebih gelap dan hitam. Ikan pada perlakuan B (24L:0D) penampakannya lebih terang, sementara ikan pada perlakuan C (12D:12L) warnanya normal.

Peneliti menyampaikan bahwa peningkatan signifikan ikan lele yang dipelihara di gelap total (24D:0L) karena FCR yang lebih baik. Alasannya adalah karena ikan lele adalah ikan nokturnal yang aktif pada malam hari, hal ini berhubungan dengan respon psikologis pada ikan sehingga meningkatkan stimulasi dan produksi melatonin.

Kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan bahwa kegelapan total (24D:0L) memproduksi pertumbuhan terbaik pada anakan ikan lele. Untuk itu, pembudidaya dan pemijah ikan dapat menggunakan teknik yang murah ini dengan menstimulasi kegelapan total (24D:0L) untuk produksi ikan lele ukuran konsumsi dengan waktu yang lebih singkat.

 


 

2.    Pengaruh lampu berwarna pada laju pertumbuhan anakan ikan.

Komposisi spektrum adalah karakteristik utama cahaya. Di perairan sinar cahaya dengan panjang gelombang yang berbeda menembus kedalam berbeda tergantung pada penyerapan dan difusi cahaya dan juga keberadaan organisme kecil di badan air. Setiap spesies ikan memiliki pengelihatan terhadap warna yang berkembang baik, dan oleh karena itu sangat sensitif kepada cahaya berwarna.

Pada studi ini tiga jenis anakan ikan dipelihara di kondisi cahata berbeda pada akuarium ukuran 20 L. Tiga spesies tersebut adalah (i) Crucian carps (Carassius carassius L) yang hidup pada lapisan dasar kolam, dan memakan organisme bentik; (ii) ikan rotans (Perccottus glenii Dybowsky) yang hidup pada lapisan tengah kolam, bersifat omnivora dan makanannya organisme planktonik dan perifiton, serta objek bergerak seperti larva ikan dan larva amphibi. (iii) ikan guppy (Poecilia reticulata Peters) yang hidup pada permukaan air dan memakan serangga dan plankton.

Intensitas cahaya yang digunakan pada penelitian ini adalah bagian atas 100 lx, bagian bawah: kontrol 63.2 lx; cahaya merah 66.8 lx; cahaya kuning 64.0 lx; cahaya hijau 62.7 lx; cahaya biru 58.3 lx. Lampu yang digunakan adalah luminescent lamps LB (Lisma Ltd., Russia).

Hasil dari penelitian ini adalah respon spesies ikan pada cahaya berwarna berbeda-beda. Terlihat bahwa warna cahaya optimum untuk memelihara anakan ikan adalah warna biru dan hijau. Pada penelitian ini juga diamati ada warna cahaya terhadap peningkatan/pengurangan SGR ikan. Mekanismenya adlah karena cahaya berwarna mempengaruhi maran dan organ pineal, karena hanya organ ini yang mendeteksi warna. Warna cahaya ini membatu ikan dalam mendeteksi warna makanan sehingga konsumsi meningkat.

 



3.    Lampu yang ditenggelamkan meningkatkan kedalaman berenang dan mengurangi kepadatan ikan pada Salmon Atlantic (Salmo salar L.) pada keramba produksi.

Fotoperiode buatan adalah hal yang umum pada pembesaran di keramba ikan Salmon Atlantik (Salmo salar L.), dimana dapat meningkatkan efisiensi produksi dan meningkatkan laju pertumbuhan dan menunda kematangan seksual. Berbagai studi memperlihatkan bahwa kebiasaan berenang ikan salmon di keramba sangat kuat dipengaruhi oleh variasi cahaya natural. Ikan salmon di keramba melakukan migrasi vertikal diurna terkair dengan tingkatan cahaya, dimana mereka akan berenang lebih dalam saat siang hari dibanding pada malam hari. Datangnya senja akan ditemani dengan pengurangan kecepatan berenang dan akan mengarah kepada penyebaran struktur schooling. Penggunaan cahaya buatan adalah untuk menginduksi ikan salmon kembali ke schooling sirkular, distribusi vertikal dan kecepatan renang yang sama dengan siang hari.

Studi dilakukan pada lokasi budidaya ikan komersil di Austevoll, Norwegia pada bulan Januari sd. Mei. Empat kelompok benih ikan sebanyak 80.000-90.000 dipelihara pada keramba (25 x 25 m) dengan kedalaman 20 meter. Dengan estimasi volume 12.500 m3. Masing-masing keramba menggunakan lampu (Thorn Lighting, AFS-400, Oslo, Norwegia) yang diletakan di permukaan air (SURF) dengan 400 W lampu metal-halogen (HQI-B, T400; Osram, Oslo, Norwegia) atau dengan dua buah lampu tenggelam 1000 W metal-halogen (HQI-T,C188,Osram) yang diletakan di tengah keramba (SUBS).

Hasil dari penelitian ini adalah kebiasaan berenang dari ikan salmon sangat terpengaruh oleh penyebaran sumber cahaya. Pada malam hari, SURF berenang lebih konsisten mendekati sumber cahaya (1,3-3,2 m) dibanding SUBS (5.0-10.9m) (P<0.0001). Kesimpulan dari penelitian ini menyarankan bahwa penempatan cahaya yang digunakan untuk memproduksi fotoperiode buatan pada keramba pembesaran salmon berpengaruh terhadap kebiasaan ikan sehingga layak untuk mendapat studi lebih detail terhadap implikasi kesejahteraan ikan pada pemaparan cahaya berbeda.

 

4.    Aplikasi dari fotoperiode buatan pada ikan: sebuah faktor yang dapat menyebabkan peningkatan terhadap kerentanan terhadap penyakit menular?

 

Penelitian ini menggambarkan kematian yang berhubungan dengan aplikasi dari fotoperiode buatan pada ikan trout. Sebanyak 1.800 ekor anakan ikan trout digunakan pada penelitian ini dengan bobot rata-rata 100g, dan panjang 20 cm. Ikan diperoleh dari Pangue Fish Farm, VIII Region, Chile. Tiga tangki bundar 3.000 L yang diisi masing-masing 300 ikan di aklimatisasi selama 30 hari dibawah fotoperiode alami (LD 10:14 musim dingin di  Southern Hemisphere) pada kepadatan 8,47 Kg/m3 dan suhu rata-rata 10°C.

Setelah aklimatisasi suhu, dua tangki dipilih untuk fotoperiode buatan LD 24:0 dan 2 for LD 14:10 selama 60 hari (dengan 2 pengulangan). Kemudian ikan dibiarkan kembali dibawah fotoperiode alami. Fotoperiode buatan yang diberikan menggunakan lampu 3,600 lx dan diletakan 1m diatas permukaan air.

Hasil dari penelitian ini, pada bulan ketiga setelah ikan dikembalikan ke fotoperiode alami, terjadi peningkatan kematian sampai 36% diamati pada kelompok  LD 14:10. Kemudian dengan jeda sekitar 2-3 minggu terlihat 25% kematian pada ikan trout dengan LD 24:0. Sementara kontrol menunjukkan peningkatan kematian hanya sekitar 7%. Kejadian ini bersamaan dengan temperatur tertinggi yang terdaftar pada peternakan ikan (16.5°C).

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ikan trout yang dipaparkan fotoperiode buatan akan lebih rentan terhadap penyakit; hal ini mungkin berhubungan dengan efek immunosuppresive dari kortisol pada sistem pertahanan atau pada aspek reproduktif. Walaupun patogen yang di identifikasi adalah Flavobacterium, patogen sekunder yang ditemukan adalah patogen oportunistik yang dapat mempengaruhi ikan saat kondisi manajemen tidak memadai. Sehingga, direkomendasikan bahwa ikan yang telah dilakukan fotoperiode buatan harus pelihara dibawah manajemen pencegahan intensif untuk mencegah wabah penyakit, yang dalam situasi normal mungkin tidak akan terjadi.

 


  

Referensi

Juell, J., Oppedal, F., Boxaspen, K., Taranger, G, L. 2003. Submerged light increases swimming depth and reduces fish density of Atlantic salmon Salmo Salar L. in production cages.

Mustapha, M, K., Okafor, U., Khalid, S., Oyelakin, O, K. 2012. Effects of Three Different Photoperiod on the Growth and Body Colouration of Juveniles of African Cat Fish Clarias Gariepinus.

Ruchin, A, B. 2004, Influence of colored light on growth rate of juveniles of fish.

Wang, K., Li, K., Liu, L., Tanase, C., Mols, R., van der Meer, M. 2020. Effects of light intensity and photoperiod on the growth and stress response of juvenile Nile tilapia (Oreochromis niloticus) in a recirculating aquaculture system.

Valenzuela, A., Campos, V., Yanez, F., Alveal, K., Pamela, G., Rivas, M., Klempau, A., fernandez, I., Oyarzum, C. 2011. Application of artificial photoperiod in fish: a factor that increases susceptibility to infectious diseases?.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hindari memelihara cupang di botol selai!

Akuaponik, kombinasi akuakultur dan hidroponik